TEMPO.CO, Jakarta - Harga tandan buah segar (TBS) atau harga TBS sawit petani di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, kini anjlok dan hanya dihargai Rp 500 per kilogram. Para petani mengeluhkan penurunan harga komoditas tersebut hingga ke level terendah sepanjang sejarah.
"Setahu saya ini yang paling murah. Sebelumnya tidak pernah sampai Rp 500 per kilogram," ujar salah satu petani sawit swadaya di daerah itu, Ade Wira, Rabu, 13 Juli 2022.
Ade menceritakan bahwa bisnis kelapa sawitnya dimulai sejak tahun 2011. Di kebun sawitnya yang berada di Mosa Julu, Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, Ade dibantu oleh lima orang pemanen.
Tapi sejak dua pekan lalu, kelima orang pemanen tersebut berhenti beroperasi. Sebab, harga TBS kelapa sawit anjlok sehingga biaya operasional maupun produksi tidak dapat dipenuhi.
Sementara itu, banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tidak lagi menampung TBS kelapa sawit karena stok Crude Palm Oil (CPO) dalam tangki sudah penuh.
Bila biasanya panen sawit per pekan, tapi dua minggu belakangan ini Ade sengaja tak panen. "Agen juga sudah tidak mau beli lagi karena banyak pabrik tidak menampung lagi," tuturnya.
Jebloknya harga TBS sawit ini sangat memukul petani karena sebelumnya komoditas itu sempat melonjak dan menyentuh Rp 3.600 per kilogram. Kala itu, tepat sebelum bulan Ramadan 1443 Hijriah atau bulan April 2022 lalu. Tapi setelah itu, harganya terus merosot apalagi usai pemerintah melarang ekspor CPO.
Saat kebijakan larangan ekspor dicabut, Ade menjelaskan, harga TBS kelapa sawit tetap merosot hingga Rp 700 per kilogram. Belakangan malah makin turun hingga saat ini di level Rp 500 per kilogram. "Kalau harganya terus-terusan seperti ini, masyarakat nanti tidak punya penghasilan. Untuk kebutuhan sehari-hari, untuk sekolah anak," katanya.
Harga kelapa sawit yang terjun bebas ini pun dikhawatirkan bakal memicu kenaikan angka kriminalitas di tengah masyarakat. Pasalnya, kata Ade, tak sedikit warga menggantungkan penghasilannya di sektor tersebut.
"Warga kampung situ juga mengharapkan dari panen sawit. Makanya kalau kondisi seperti ini bisa memicu penyakit masyarakat seperti mencuri dan segala macam," ucapnya.
Selanjutnya: